Article

Ramadan Menulis #1 : Megengan dan Apem

Setiap menjelang Ramadan, ada sebuah tradisi yang biasa dilakukan di kampung kami, terutama di Jawa Timur, yang dikenal dengan sebutan megengan. Tradisi ini biasanya dilaksanakan pada hari sebelum puasa Ramadan dimulai.

Acara megengan biasanya dimulai setelah salat Magrib dan dipimpin oleh seorang imam atau tokoh agama. Dalam acara ini, doa dipanjatkan untuk para leluhur yang telah meninggal dunia. Salah satu hal yang khas dalam megengan adalah kehadiran kue apem, yang seakan menjadi makanan wajib dalam tradisi ini.


Kue apem sendiri adalah kue tradisional yang terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan tapioka dari singkong, sehingga teksturnya agak kenyal. Bentuknya biasanya bulat, mirip dengan kue lumpur.

Acara megengan umumnya diadakan di mushola atau masjid di setiap kampung. Saat acara berlangsung, masyarakat berbondong-bondong membawa makanan ke tempat ibadah tersebut, dan yang unik adalah hampir semua orang membawa kue apem dalam jumlah yang sangat banyak. Biasanya, makanan-makanan ini dikumpulkan oleh ibu-ibu yang menjadi panitia dadakan, lalu dibagikan kembali kepada para jamaah. Jika ada seseorang yang tidak membawa makanan, panitia akan mengatur agar tetap mendapatkan bagian, sehingga semua orang bisa merasakan kebersamaan dalam acara ini.

Lalu, mengapa kue apem selalu ada dalam tradisi megengan? Konon, kata "apem" berasal dari bahasa Arab "afwan", yang berarti "maaf". Kue ini melambangkan saling memaafkan sebelum memasuki bulan Ramadan, agar setiap orang dapat menjalani ibadah dengan hati yang bersih.

Namun, ada satu fenomena yang selalu terjadi setelah acara megengan, terutama di kalangan anak-anak. Karena setiap orang mendapat banyak kue apem, jumlahnya menjadi berlimpah. Setelah salat Isya dan Tarawih, ketika anak-anak masih berkumpul di mushola, mereka sering menjadikan apem sebagai mainan, seperti melempar-lemparkannya ke teman-teman mereka. Akibatnya, banyak kue yang akhirnya terbuang sia-sia.

Meski begitu, tradisi megengan tetap lestari hingga kini. Kue apem pun masih sering hadir, meskipun bentuknya kini lebih pipih dan memiliki rasa yang lebih manis serta gurih. Kue ini juga kerap disajikan dalam acara selamatan, terutama untuk mengenang orang yang telah meninggal.

Itulah sedikit cerita tentang megengan dan kue apem. 

Bagaimana dengan tradisi di tempat Anda? 

Apakah ada makanan khas yang selalu hadir menjelang Ramadan? 

Silakan bagikan pengalaman Anda di kolom komentar!


Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Ramadan Menulis #1 : Megengan dan Apem"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.