Bagi saya dan teman-teman, Ramadan tak lengkap tanpa mercon. Dulu, di masa kecil, mercon dijual bebas dengan berbagai bentuk dan ukuran. Ada yang kecil, sebesar setengah jari kelingking, dengan badan dari gulungan kertas. Kami menyebutnya mercon letek. Suaranya cukup nyaring, meski ukurannya mungil.
Lalu ada yang lebih besar, bahkan ada yang berbentuk roket dengan batang lidi di ujungnya. Saat dinyalakan, roket ini melesat ke udara dengan suara mendesis panjang: sssssssshhhhh..., lalu tiba-tiba DUAAARRR!!—memancarkan percikan api yang indah. Kami menyebutnya mercon ses dor, karena bunyinya memang begitu: sessss dor!
Tapi bukan hanya mercon pabrikan yang menarik perhatian kami. Ada juga para pedagang yang menjual bahan bakunya, yaitu bubuk mesiu, yang kami sebut obat mercon. Dari bubuk inilah, kami bisa meracik mercon sendiri sesuai selera! Dan yang paling sering kami buat adalah mercon bantingan, dari yang kecil sebesar kelereng hingga yang sebesar kepalan tangan.
Membuat mercon bantingan memang seru, tapi juga berbahaya. Salah langkah sedikit, bisa terluka—bahkan kalau sial, bisa kehilangan jari atau lebih buruk lagi. Tapi risiko itu tak membuat kami berhenti bereksperimen. Caranya cukup sederhana:
- Ambil beberapa lembar kertas koran atau kalender bekas.
- Buat bungkus bulat, lalu isi dengan obat mercon dan beberapa butir kerikil.
- Ikat rapat bungkusan itu, lalu lapisi dengan beberapa lembar kertas lagi agar lebih kuat.
- Ikat dengan karet, dan jadilah mercon bantingan siap ledak!
Cara menyalakannya? Gampang! Tinggal dilempar kuat ke tembok, pagar, atau dijatuhkan di jalan aspal. BLAARR!! Seketika suara ledakan menggelegar, memacu adrenalin kami yang masih bocah.
Namun, hobi ini sering membuat para tetangga sebal. Bayi menangis, orang tua terlonjak kaget, dan kadang-kadang ada yang keluar rumah sambil memaki:
"Siapa yang main mercon?! Hush! Pergi sana!"
Tapi, bagi kami, suara ledakan itu adalah suara kegembiraan Ramadan. Masa kecil yang penuh petualangan dan keberanian.
Bagaimana di tempatmu?
Apakah mercon juga menjadi bagian dari kenangan Ramadanmu?
Tidak ada komentar: