Article

Ramadan Menulis # 23: Tulup: Permainan Seru yang Kini Tinggal Kenangan




Tulup: Permainan Seru yang Kini Tinggal Kenangan

Ada satu permainan yang kini nyaris punah, permainan yang pernah mengisi masa kecil kami dengan keseruan dan keberanian. Namanya tulup. Mungkin banyak orang tak lagi mengenalnya, bahkan di antara anak-anak masa kini yang tumbuh dengan gawai dan permainan digital. Namun, bagi kami yang pernah mengalaminya, tulup bukan sekadar permainan, tetapi sebuah petualangan penuh tantangan.

Apa Itu Tulup?

Tulup adalah permainan tradisional yang menggunakan pipa kecil, biasanya dari bambu atau plastik, untuk meniupkan proyektil kecil. Permainan ini mirip dengan sumpit tiup yang digunakan oleh beberapa suku di Indonesia untuk berburu. Di berbagai daerah, tulup memiliki nama lain, seperti "lumpatan" atau "sumpitan".

Di tempat kami, tulup yang kami gunakan terbuat dari bambu kecil yang disebut pring tulup. Tidak sembarang bambu bisa dijadikan tulup. Bambu yang digunakan harus berdiameter kecil dan memiliki ruas yang lurus agar proyektil bisa meluncur dengan lancar. Beberapa jenis bambu yang sering digunakan antara lain:

  1. Bambu Apus (Gigantochloa apus) – Ringan, mudah dilubangi, dan cocok untuk tulup.

  2. Bambu Tali (Gigantochloa verticillata) – Kuat dan sering digunakan dalam berbagai kerajinan, termasuk sumpitan.

  3. Bambu Wuluh – Berdiameter kecil dengan ruas halus, sangat pas untuk tulup.

Perjuangan Mencari Pring Tulup

Mendapatkan pring tulup bukan perkara mudah. Tidak semua tempat memiliki bambu yang cocok untuk dijadikan tulup. Lokasi terbaik untuk mendapatkan pring tulup berada di lereng-lereng bukit, dekat jurang, atau di sekitar sungai. Tantangannya adalah medan yang curam dan sulit dijangkau.

Kami harus menempuh perjalanan sekitar dua kilometer dari rumah. Lokasi pencarian kami berada di bawah jembatan kereta api Malang-Surabaya, sebuah jembatan tua peninggalan Belanda yang masih kokoh hingga sekarang. Kami harus ekstra hati-hati, karena di bawah jembatan terdapat jurang dalam dengan sungai mengalir di dasarnya.

Namun, entah kenapa, saat itu kami tak pernah merasa takut. Meski risikonya besar, semangat untuk mendapatkan pring tulup membuat kami mengabaikan bahaya. Tentu saja, kalau orang tua kami tahu, pasti kami akan dimarahi habis-habisan.

Membuat Peluru Tulup

Setelah mendapatkan alat tempur, saatnya mencari amunisi. Peluru tulup biasanya dibuat dari tanah lempung atau tanah liat yang bisa ditemukan di sawah. Tanah lempung ini dibentuk menjadi bulatan kecil, seukuran lubang tulup, lalu dikeringkan. Namun, ada teknik khusus agar peluru tidak pecah saat dijemur—yaitu dengan mengangin-anginkannya, bukan dijemur langsung di bawah terik matahari.

Ada satu jenis tanah lempung yang lebih istimewa, yaitu lempung putih. Tanah ini memiliki tekstur lebih kenyal dan lengket, mirip dengan bahan dasar keramik. Peluru dari lempung putih lebih keras, tidak mudah pecah, dan lebih sakit jika mengenai sasaran. Namun, lempung putih juga sulit didapat. Kami harus berjalan dua kilometer ke arah selatan, menuju sawah di daerah Kelurahan Lawang. Kini, sawah tempat kami dulu mencari lempung putih telah berubah menjadi kompleks perumahan dan kantor-kantor bank.

Pertempuran Dimulai!

Setelah semua persiapan selesai—tulup sudah siap dan peluru sudah cukup—maka saatnya perang dimulai! Kami biasanya membagi diri menjadi dua kelompok dan saling menyerang. Medan perangnya? Seluruh kompleks perumahan, termasuk sawah dan ladang di sekitarnya!

Setiap pemain harus gesit dan pandai mencari perlindungan. Serangan datang dari segala arah, dan siapa pun yang terkena peluru harus menahan rasa sakit. Kami bermain hingga kelelahan atau sampai kehabisan peluru.

Meski bebas berperang, ada aturan main yang harus ditaati. Salah satu aturan utama adalah dilarang menggunakan biji-bijian seperti jagung atau kacang hijau sebagai peluru. Selain mubazir, biji-bijian lebih keras dan bisa melukai lawan.

Tulup untuk Berburu

Selain perang-perangan, kami juga menggunakan tulup untuk berburu binatang kecil. Sasaran kami biasanya capung, ulat, atau cicak. Tentu saja, semua dilakukan hanya untuk kesenangan dan bukan untuk menyakiti binatang.

Kenangan yang Tak Terlupakan

Kini, permainan tulup tinggal kenangan. Anak-anak zaman sekarang mungkin tak pernah mendengar permainan ini, apalagi merasakannya. Namun, bagi kami, tulup adalah bagian dari masa kecil yang penuh petualangan, keberanian, dan kebersamaan.

Apakah Anda pernah merasakan serunya bermain tulup?

Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Ramadan Menulis # 23: Tulup: Permainan Seru yang Kini Tinggal Kenangan"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.