Article

Ramadan Menulis #16: Dengan Guling Bayi Terbang Ke Angkasa

 

Mimpi Kecil Menembus Angkasa

Ketika kecil, hampir setiap anak pernah ditanya, "Kalau sudah besar nanti mau jadi apa?". Pertanyaan itu bukan hanya sekadar percakapan ringan, tetapi juga sering muncul dalam pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Kami diminta menulis tentang cita-cita dan alasan memilihnya.

Saya sendiri tidak terlalu ingat sejak kapan bisa membaca, tetapi karena budaya membaca sudah ditanamkan di keluarga sejak kecil, saya sudah bisa membaca saat masih di taman kanak-kanak. Itu terbukti ketika saya masuk SD di usia enam tahun, sesuatu yang cukup langka pada masa itu. Sebagian besar anak-anak biasanya masuk SD di usia tujuh atau delapan tahun, atau bahkan lebih. Saya masih ingat, saat kelas 1 atau 2 SD, banyak kakak kelas di kelas 5 atau 6 SD yang sudah memiliki kumis dan kaki berbulu. Bahkan, anak perempuan pun ada yang sudah cukup dewasa, mengingat pada era 70-80-an, di daerah tempat saya tinggal, cukup umum bagi anak perempuan untuk menikah setelah lulus SD.

Masuk SD lebih awal sepertinya menjadi tradisi di keluarga saya. Saya empat bersaudara dan semua adik saya juga masuk SD pada usia enam tahun, bahkan adik pertama saya masuk SD di usia lima tahun. Hal ini berlanjut ke anak-anak saya, di mana mereka juga masuk SD lebih awal, bahkan yang bungsu masuk saat usianya masih lima tahun enam bulan karena sudah bosan di TK.



Heri Astronot dan Kostum Impian

Saat ditanya tentang cita-cita, saya dengan mantap menjawab, "Astronot!". Jawaban yang terdengar aneh di antara teman-teman saya, yang kebanyakan ingin menjadi tentara, polisi, atau dokter. Saking anehnya, teman-teman sampai menjuluki saya "Heri Astronot". Mungkin banyak di antara mereka yang bahkan belum tahu apa itu astronot.

Mengapa saya ingin menjadi astronot? Semua berawal dari dua om saya, adik kandung ibu saya. Mereka suka bermain dengan saya dan sering mengajak bermain "astronot-astronotan". Saat itu, mereka masih remaja, mungkin kelas akhir SMP atau awal SMA. Salah satu permainan favorit mereka adalah "mempersiapkan" saya menjadi astronot dengan kostum yang mereka buat sendiri.

Kostum astronot versi om saya cukup unik. Mereka memasangkan kacamata renang sebagai helm astronot. Sebagai "tabung oksigen", mereka mengikatkan sebuah guling bayi kecil di punggung saya. Setelah semuanya siap, mereka akan mengangkat saya seolah-olah saya sedang melayang di luar angkasa.

Saat itu, bermain astronot sangat imajinatif dan menyenangkan, apalagi di zaman yang belum semudah sekarang untuk mengakses informasi dalam bentuk audio-visual. Imajinasi saya terbang bebas, membayangkan melayang di antara bintang-bintang, mengunjungi planet-planet jauh, dan melihat Bumi dari luar angkasa.

Kenangan dan Inspirasi

Mengingat kembali pengalaman ini, saya sadar betapa berpengaruhnya lingkungan dalam membentuk impian seorang anak. Meskipun pada akhirnya saya tidak menjadi astronot, permainan masa kecil itu menanamkan rasa ingin tahu yang besar terhadap dunia luar angkasa dan sains.

Bagaimana denganmu? Apa cita-cita masa kecilmu? Apakah ada pengalaman unik yang membentuk impianmu? Ceritakan di kolom komentar!"



Tidak ada komentar:

Terima kasih sudah membaca tulisan "Ramadan Menulis #16: Dengan Guling Bayi Terbang Ke Angkasa"!
Jika Anda punya kritik, saran, masukan atau pertanyaan silahkan tinggalkan pesan Anda melalui kolom komentar di bawah ini.