Nostalgia Aktivitas Unik di Masa Kecil
Jika saya mengingat kembali masa kecil dulu, ada banyak pengalaman yang mungkin tidak dialami oleh anak-anak zaman sekarang. Beberapa di antaranya terasa unik dan khas, seakan menjadi bagian dari tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu aktivitas yang paling membekas dalam ingatan saya adalah "berburu uban"—sebuah kegiatan sederhana tetapi penuh makna yang melibatkan interaksi erat antara anak dan orang tua.
Tidak hanya saya yang mengalami hal ini, tetapi hampir semua anak kecil pada masa itu juga memiliki pengalaman serupa. Dulu, sangat umum bagi anak-anak untuk diminta membantu orang tua atau kakek-nenek dalam berbagai aktivitas yang sekarang mungkin terasa tidak biasa. Namun, di balik kesederhanaannya, kegiatan-kegiatan ini menyimpan kenangan yang begitu berharga.
Kedatangan Mbah Kakung: Oleh-Oleh dan Ritual Idak-Idak
Salah satu momen yang paling saya tunggu saat kecil adalah kedatangan Mbah Kakung. Sebagai seorang prajurit TNI yang bertugas di luar kota, beliau tidak selalu pulang setiap hari. Biasanya, ketika pulang, beliau mengendarai motor Honda GL dari tempat dinasnya di sebuah Koramil di lereng Gunung Semeru, perbatasan antara Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang. Perjalanan yang memakan waktu sekitar empat jam tentu sangat melelahkan, tetapi bagi kami, kepulangan beliau selalu membawa kebahagiaan.
Setiap kali pulang, beliau tidak pernah datang dengan tangan kosong. Ada oleh-oleh khas Lumajang yang selalu kami nantikan, seperti "gedang agung"—pisang berukuran besar yang terkenal tahan lama. Meski kulitnya kadang tampak lecek atau menghitam, bagian dalamnya tetap manis dan lezat. Kadang-kadang, jika sedang beruntung, kami juga mendapatkan dendeng daging kijang yang menjadi oleh-oleh istimewa.
Namun, kebahagiaan ini juga diiringi dengan tugas khusus. Setelah perjalanan panjang, Mbah Kakung biasanya meminta cucu-cucunya untuk memijat tubuhnya. Tapi bukan pijatan biasa dengan tangan, melainkan dengan kaki! Kami menyebutnya "idak-idak" atau injak-injak. Caranya, beliau akan berbaring di atas kasur, dan kami secara bergantian naik ke punggungnya, berjalan perlahan dari atas hingga ke betis.
Ada bagian khusus dalam ritual ini yang disebut "kemandeni." Pada tahap ini, kami harus menekan bagian paha beliau dengan cukup kuat selama sekitar lima menit, lalu perlahan-lahan melepaskannya. Sensasi yang muncul seakan membuat darah mengalir deras ke seluruh tubuh, memberikan efek relaksasi yang khas. Meski bagi kami awalnya terasa aneh, lambat laun kami terbiasa dan bahkan merasa bangga bisa membantu Mbah Kakung.
Ritual Berburu Uban Bersama Bapak
Selain "idak-idak" bersama Mbah Kakung, ada satu lagi aktivitas unik yang kami lakukan bersama Bapak, yaitu "berburu uban." Ini adalah kegiatan yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga menguntungkan bagi kami sebagai anak-anak.
Biasanya, Bapak akan berbaring santai di kasur, lalu kami akan mendekat dan mulai mencari uban di kepalanya. Setiap helai uban yang kami temukan dan berhasil cabut akan dihargai. Upahnya? Satu uban bisa dikonversi menjadi satu bakso atau makanan kecil lainnya! Tidak heran jika kami sangat antusias dalam melakukan tugas ini. Semakin banyak uban yang ditemukan, semakin besar pula kesempatan kami mendapatkan traktiran bakso.
Kadang-kadang, kami bercanda dengan Bapak, menuduhnya sengaja menumbuhkan uban lebih cepat agar bisa memberikan "hadiah" lebih banyak kepada kami. Namun, di balik keseruan ini, tersimpan momen kebersamaan yang begitu erat. Aktivitas sederhana ini menjadi salah satu cara kami untuk berinteraksi dengan orang tua, berbincang, dan tertawa bersama.
Pelajaran Berharga dari Tradisi Kecil
Meskipun terdengar sederhana, aktivitas seperti "idak-idak" dan "berburu uban" sebenarnya mengandung nilai-nilai yang sangat berharga. Dari "idak-idak," kami belajar tentang pentingnya membantu dan menghormati orang yang lebih tua. Sementara dari "berburu uban," kami belajar tentang kerja keras dan bagaimana sebuah usaha kecil dapat membuahkan hasil, walaupun hanya dalam bentuk semangkuk bakso.
Di zaman sekarang, di mana anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan gawai dan teknologi, tradisi seperti ini mungkin mulai jarang ditemui. Namun, mengenang kembali masa kecil yang penuh dengan interaksi langsung ini membuat saya sadar betapa berharganya hubungan keluarga yang erat. Tidak semua kebahagiaan harus datang dari hal-hal besar—terkadang, momen-momen kecil inilah yang justru paling berkesan.
Bagaimana dengan Kalian?
Setiap generasi memiliki cerita dan tradisinya masing-masing. Apa yang saya alami di masa kecil mungkin berbeda dengan pengalaman anak-anak zaman sekarang. Namun, satu hal yang pasti, kenangan-kenangan seperti ini akan selalu melekat dalam ingatan dan menjadi bagian dari identitas kita.
Bagaimana dengan kalian? Apakah kalian memiliki pengalaman serupa di masa kecil? Atau mungkin ada tradisi keluarga unik yang hanya kalian dan keluarga kalian yang melakukannya? Mari berbagi cerita dan mengenang kembali masa-masa indah yang pernah kita lalui.
Tidak ada komentar: